Petani Penggarap Membantah Adanya Transaksi Jual Beli Diatas Lahan eks PT Pakerin

oleh -

MUSI BANYUASIN. MS – Masyarakat penggarap lahan eks PT. Pabrik Kertas Indonesia (Pakerin), Kecamatan Batang Hari Leko (BHL), Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) membantah adanya transaksi jual beli diatas lahan yang berstatus Hutan Produksi (HP) tersebut. Kalaupun ada yang harus menyediakan sejumlah dana untuk mengambil alih berkebun, dana tersebut merupakan biaya pengganti atau kompensasi untuk penggarap sebelumnya.

“Nggak ada yang namanya jual beli lahan disini pak. Inikan status nya hutan kawasan, kalau pengganti biaya penggarapan itu bisa saja,” kata pria setengah baya yang akrab disapa pak Man pada media ini.

Menurut dia, pemberitaan media yang menyebutkan adanya jual beli lahan diatas hutan kawasan eks PT Pakerin mungkin hanya berdasarkan informasi sepintas. Karena jika dilakukan pendalaman lebih jauh semua warga yang bertani dan menggarap lahan eks PT Pakerin tahu status lahan yang mereka garap.

Sementara Yus warga lainnya mengaku sudah menanam kelapa sawit yang diperkirakan satu tahun lagi akan menghasilkan. Dia menanam kelapa sawit karena sejumlah warga sekitar lahan penggarapannya juga menanam sawit.

“Kebun saya sekitar 4 hektar yang saya garap sendiri sejak tahun 2016 yang diperkirakan tahun depan sudah menghasilkan,” kata pria yang mengaku berasal dari provinsi Lampung tersebut.

Ia mengaku tergabung dalam salah satu kelompok tani didaerah tersebut. Sementara yang mengelola kelompok tani tersebut ada yang termasuk ke desa Bintiale dan Desa Ulak kembang kecamatan Batang Hari Leko. Meski tahu bahwa sewaktu waktu bisa saja mereka kehilangan lahan garapan ketika pemerintah mengeluarkan larangan, dirinya bersama rekan rekan yang lain mempunyai keyakinan bahwa
Hutan Produksi Bisa Disertifikatkan dengan Mengubah Status Lahan Menjadi Area Penggunaan Lainnya (APL).

Baca Juga :   Karutan Baturaja Mengikuti Kegiatan Rapat Koordinasi Evaluasi dan Capaian Kinerja Tahun 2021

Ia pernah mendengar dari salah satu aparat desa bahwa pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 88 tahun 2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan.

Kawasan hutan produksi tersebut bisa dilakukan sertifikasi, dengan bersinergi dan melibatkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Pemerintah Daerah dalam hal ini gubernur dan bupati serta kantor pertanahan (BPN) setempat.

“Dengan menurunkan status menjadi area penggunaan lain (APL) baru bisa disertifikatkan. Dan disinilah harapan kami,” pungkasnya.

Dia menambahkan, yang namanya lahan garapan masyarakat adalah lahan yang digarap Masyarakat secara perorangan. Dilahan tersebut masyarakat petani bermukim dan membentuk wadah kelompok tani. Hal ini, lanjut dia, tentu berbeda dengan yang mengatasnamakan kelompok tani namun hanya berupa kedok belaka.

” Belum lama ini ada alat berat yang menggusur lahan disini. Kami usir rame rame dan akhirnya mundur,” Ujarnya.

Hal ini menurut dia sangat janggal, karena dalam aturan nya kalau garapan masyarakat itu gak boleh pakai alat berat. Selain itu, ketika masyarakat mendesak meminta nama nama anggota kelompok tani tersebut mereka hanya punya daftar nama sementara orangnya ada di Lampung.

Baca Juga :   HUT RI Ke 74, 282 WBP Rutan Kelas II B Sarang Elang Baturaja Dapat Remisi

“Inikan gak benar namanya, jelas ini bisnis atau lahan untuk pengusaha,” pangkasnya.

Terpisah Idham zulpikri Ketua Koordinator LSM Pengawasan Pembangunan Sumatera Selatan ( PP – SUMSEL ) Biro Kabupaten Musi Banyuasin, Prihatin dengan kondisi hutan Kawasan yang ada saat ini, Jelas kita tau wilayah kawasan hutan jangankan untuk mengelolah, memasuki area hutan kawasan tanpa izin merupakan pelangaran dapat dikenakan sangsi pidana. Namun kondisi di Kabupaten Musi banyuasin berbeda. Satu orang bisa mengarap ratusan hingga ribuan Hektar lahan kawasan hutan produksi di dua Kecamatan, yaitu Kecamatan Sangga desa dan Kecamatan Batang hari leko dengan modus kelompok tani. Pemangku kebijakan seakan tutup mata dalam hal ini. Kejadian semacam ini tidak dapat dibiarkan berlarut larut, banyak rentetan dampak dari pengrusakan hutan, mulai dari satwa bahkan milyaran rupiah negara ataupun daerah dirugikan. Kami menduga ada kong kalikong oknum dalam hal ini. Untuk itu Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Khususnya UPTD KPH Meranti bersama sama Tim Gakum KLHK Harus meninjau lokasi dan melakukan tindakan terkait hal ini.” Tandasnya (Iron/Tiem)

Print Friendly, PDF & Email